Dutch Disease dan Alasan Mengapa Masyarakat Indonesia tidak Produktif
Oleh: Dani Gautama

By administrator 05 Jan 2025, 08:55:54 WIB Daerah
Dutch Disease dan Alasan Mengapa Masyarakat Indonesia tidak Produktif

Dutch Disease adalah istilah yang disematkan kepada negara-negara dengan sumber daya alam melimpah, tapi warga negaranya mayoritas hidup di garis kemiskinan. Sumber daya alam yang melimpah ini termasuk hasil bumi yang kaya dan alam yang sangat bersahabat sebagaimana klaim Indonesia saat ini sebagai negara dengan SDA yang melimpah.

Dutch Disesase tidak hanya mejangkit Indonesia, tetapi negara dengan SDA melimpah lainnya seperti Venezuela yang memiliki pasokan cadangan minyak lebih besar dari Arab Saudi, tetapi kondisi ekonominya bagai langit dan bumi.

Negara yang terjangkit Dutch Disease kerap dilanda kerusuhan, politik yang tidak stabil, tingkat pendidikan yang rendah, perilaku koruptif yang dilakukan oleh pemerintahnya dan perilaku konsumtif oleh warga negaranya. Singkatnya, Dutch Disesase adalah kondisi saat sumber daya alam yang melimpah malah menghambat pembangunan dari berbagai sektor.

Baca Lainnya :

Penyebab utama sebuah negara mengalami Dutch Disease adalah paradigma dari warga negaranya yang menilai kalau mereka tidak perlu usaha keras untuk hidup sejahtera, karena alam mereka telah memenuhi apa yang mereka butuhkan. Sehingga mereka tidak memiliki motivasi untuk meningkatkan kompetensi. Mirip seperti burung yang awalnya bisa terbang, tetapi kemudian berevolusi menjadi tidak bisa terbang karena sumber daya makanan yang melimpah, yang tidak mengharuskan mereka untuk terbang.

Apalagi negara yang mengalami Dutch Disease biasanya adalah negara bekas jajahan, dan ketika mereka merdeka, arus Nasionalisme yang berlebihan menginginkan mereka untuk menguasai seluruh sumber daya alam walau kompetensi mereka belum sampai ke tahap tersebut. Sebagai contoh adalah negara Arab Saudi yang sadar mereka tidak memiliki kompetensi di bidang perminyakan, sehingga mereka menyuruh insinyur-insinyur Amerika untuk mengisi jabatan teknis dan strategis di perusahaan BUMN-nya.

Bayangkan jika hal itu terjadi di Indoensia, saat posisi Dirut Pertamina diisi oleh Insinyur Jerman, maka akan banyak yang berbicara bahwa kita kembali dijajah. Padahal, bisa jadi jika posisi Dirut diisi oleh yang kompeten, buka  politikus, Pertamina tidak akan terus-terusan mengalami kerugian.

Kondisi demikian mirip seperti kondisi di Venezuela dan negara-negara korup lainnya yang kerap menyuarakan Nasionalisme, bahwa lebih baik miskin, tapi dipimpin oleh sesama, ketimbang makmur hasil pimpinan orang asing. Soal Venezuela dan Indonesia memang memiliki banyak kemiripan, khususnya di bidang pemerintah yang korup dan masyarakat yang konsumtif.

Masyarakat enggan untuk produktif dan inovatif karena merasa mereka tidak perlu kerja keras untuk kaya. Mereka masih berharap pemerintah memberikan bantuan dari A sampai Z yang sumbernya dari alam yang melimpah. Akibatnya, kita mengalami miskin kemajuan, sehingga penghasilan terbesar negeri ini hanya menjual hasil alam dalam bentuk mentah, seperti menjual batu bara untuk bahan baku pabrik-pabrik di luar negeri yang kemudian produknya kita beli dalam bentuk jadi. Kita jual murah kepada mereka, sementara mereka menjual mahal kepada kita.

Harapan dibantu dari A sampai Z oleh pemerintah membuat masyarakat Indonesia yang konsumtif dan tidak produktif ini kerap terkecoh dengan janji politikus korup tentang pemberantasan kemiskinan. Mereka akan selalu memilih politisi yang bisa memberikan mereka roti (bansos) dan sirkus (hiburan).

Jika mindset seperti ini tidak diubah, maka sampai negara ini bubar pun, kutukan negara kaya atau Dutch Disease akan terus menyertai lajunya negeri yang besar dan kaya ini.




Video Terkait:

Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment