Cerita Pendek Kutukan Gunung Tangkuban Perahu
-

Tugas Cyber Sastra
Cerita Adaptasi Sangkuriang oleh: Mawaddah (702320123018), Helmi Farisatun Ni'mah (702320123006), Persetya Helpyatna (882010123010)
Bandung, 2025. Gunung Tangkuban Perahu kembali menunjukkan tanda-tanda aktivitas yang tidak biasa. Letusan kecil, suara gemuruh samar, dan kabut tebal sering muncul tanpa alasan. Para ilmuwan kebingungan, tetapi bagi seorang siswa SMA bernama Raka, semua itu terasa aneh sekaligus memanggil dirinya.
Suatu sore, ketika sedang melakukan tugas dokumentasi sejarah lokal, Raka menemukan sebuah batu ukir tua di hutan dekat kaki gunung. Saat ia menyentuh ukiran itu, tiba-tiba tanah bergetar dan cahaya biru menyilaukan mata. Raka terjatuh dan ketika membuka mata, ia bukan lagi berada di abad modern. Hutan itu berubah menjadi lebih lebat, dan udara terasa jauh lebih bersih.
Di sanalah ia bertemu dengan seorang pemuda kuat berwajah keras, tetapi matanya memancarkan kebingungan. Pemuda itu memperkenalkan diri sebagai Sangkuriang.
Raka terkejut. Ia hanya tahu nama itu dari cerita rakyat. Namun Sangkuriang di hadapannya bukan sosok legendaris yang angkuh seperti yang pernah ia dengar. Ia masih muda, emosinya labil, dan tampak sangat bingung dengan identitas dirinya. Ia tidak mengetahui bahwa Dayang Sumbi, perempuan yang ia cintai, sebenarnya adalah ibunya sendiri.
Selama beberapa hari, Raka tinggal bersama Sangkuriang dan melihat bagaimana pemuda itu sering berjuang melawan kemarahannya sendiri. Setiap masalah kecil membuatnya mudah tersulut. Raka mulai memahami bahwa tragedi dalam legenda terjadi bukan karena takdir semata, tetapi karena Sangkuriang tidak mampu mengendalikan emosinya.
Raka berusaha memperingatkan Sangkuriang tentang bahaya yang akan datang. Namun Sangkuriang tidak percaya. “Kau hanya anak asing dari mana entah,” katanya. Tetapi setelah melihat bagaimana amarahnya sendiri membuat ia hampir melukai seorang pemburu yang tak bersalah, Sangkuriang mulai mempertanyakan dirinya.
Konflik memuncak ketika Sangkuriang akhirnya mengetahui identitas Dayang Sumbi. Di dalam dirinya, dua kekuatan bertarung keras: cinta dan kemarahan. Tanah mulai bergetar; Gunung Tangkuban Perahu seolah ikut merasakan kegelisahan sang pemuda.
Raka mencoba menghentikannya. “Kau tidak harus mengulang kesalahan yang diceritakan orang-orang! Kau bisa memilih akhir lain!”
Sangkuriang terdiam. Untuk pertama kalinya, ia menangis bukan karena marah, tetapi karena takut menjadi monster seperti yang selalu ia takutkan.
Dengan penuh perjuangan, Sangkuriang menahan amarahnya. Gempa berhenti. Cahaya dari batu ukir kembali muncul, menandakan bahwa keseimbangan antara masa lalu dan masa depan telah pulih.
Raka terseret kembali ke masanya. Ketika ia membuka mata, ia kembali berada di kaki gunung. Namun gunung yang semula menunjukkan tanda-tanda letusan kini tampak tenang, seolah-olah telah berdamai dengan dirinya sendiri.
Sejak hari itu, Raka percaya bahwa legenda bukan hanya kisah lama namun juga pelajaran agar manusia masa kini belajar mengendalikan diri dan melestarikan sejarah.
Gunung Tangkuban Perahu tetap berdiri megah. Namun kini, bagi Raka, gunung itu bukan lagi lambang tragedy melainkan bukti bahwa masa depan bisa berubah bila seseorang mau belajar dari masa lalu.
Video Terkait:
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook
Ada 1 Komentar untuk Berita Ini
-
BAYU AJI LAKSONO 18 Des 2025, 18:44:11 WIB
Berdasarkan yang saya baca dan amati, latar tempat situasi kerajaan nya tidak diceritakan, yang diceritakan si Raka menyentuh batu kristal kemudian langsung berada di hutan.







